Selasa, 03 Agustus 2010

Kritik yang Menggelitik

Selasa, 03 Agustus 2010
Kritik.....sebuah kata yang sering kita dengar dan kita gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan bagi kita yang bergulat dalam bidang pendidikan, hampir setiap kali kita menggunakan kata tersebut dalam penutup laporan kegiatan yang kita lakukan. Kata kritik seringkali kita padukan dengan manis dalam susunan kalimat “Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan.” Manis bukan?
Tapi ternyata kata yang manis itu berubah 180 derajad, tatkala kritik yang datang tak seperti yang kita harapkan. Banyak diantara kita yang merasa kebakaran jenggot manakala kritik itu benar-benar mengena pada diri kita dan merasa kita ditelanjangi karena kritik tersebut..
Padahal kalau kita bisa sedikit lebih arif, diam adalah langkah awal menerima kritik, berpikir adalah langkah kedua dan bersikap sebagai langkah berikutnya. Ketika kritik datang, alangkah bijaksana bila kita diam dan menerimanya. Setelah itu baru kita pikirkan, betulkah kritikan itu sesuai dengan fakta? Kalau tidak, kita ambil tindakan klarifikasi kepada yang bersangkutan untuk menjelaskan bahwa sebenarnya kritik itu hanya kesalahpahaman karena kurangnya komunikasi atau sebab lain. Tetapi kalau memang kritik itu benar, mengapa kita harus malu mengakuinya? Tidakkah akan lebih etis kalau kita menjadikan kritik itu sebagai landasan untuk mengubah perilaku kita, bukan malah lebih memperburuk citra kita dengan sibuk mencari siapa yang pantas dikambinghitamkan dengan munculnya kritik itu? Mengapa pula kita merasa diri kita sempurna sehingga tak pantas untuk dikritik? Mengapa pula harus sibuk dan membuang waktu dengan berkasak-kusuk mencoba menuduh orang yang mungkin sebenarnya hanya sebagai korban permainan politik kritik.
Kalau boleh saya mengutip pepatah “Semakin tinggi pohon, akan semakin kencang angin yang meniupnya. Kita ibarat pohon. Kita mau tumbuh tinggi menjulang bak cemara atau tetap kerdil seperti rumput, tergantung dari diri kita sendiri. Janganlah pernah menjadi cemara kalau kamu ternyata tak siap diterpa angin. Jadilah rumput yang tumbuh di kegelapan saja kalau dengan itu kamu merasa nyaman. Tapi janganlah kamu marah atau protes jika terinjak oleh manusia atau makhluk lain serendah hewan, karena kamu sendiri yang menginginkan jadi rumput. Jangan pula kamu merasa iri terhadap cemara yang secara pelan mulai berkembang dan tumbuh, karena sesungguhnya iri terhadap yang lain hanya semakin menunjukkkan ketidakmampuanmu untuk berpikir dan bersikap.

Jangan pula kamu mencela cemara yang telah menjulang, karena sebenarnya apa yang diperoleh cemara itu bukan salahnya, itu adalah karunia Tuhan. Dengan mencelanya bukankah berarti kamu mencela Tuhan sebagai yang Maha Pemberi karunia itu?
Jangan pula kamu berusaha mengingatkan sekitarmu untuk selalu takut dan hati-hati tertimpa cemara itu, karena sebenarnya satu telunjuk menuding cemara, empat jarimu yang lain menuding dirimu sendiri. Bukankah selayaknya kamu yang berhati-hati dengan sikap dan pilihanmu sebagai rumput, karena sesungguhnya dirimu bisa sewaktu-waktu terinjak atau tercerabut dari akarmu yang lemah, karena hakikat rumput seperti dirimu hanyalah sebagai tumbuhan pengganggu?
Sekarang tergantung kepada kita, akankah kita menjadi rumput atau cemara? Asal jangan pernah terlintas dalam pikiranmu tak memilih keduanya dan malah justru memilih menjadi beringin yang terbonsai. Kelihatan kokoh dan indah tetapi sesungguhnya pengetahuan dan pikiranmu terbelenggu oleh ruang picik yang mengungkung dan menghambatmu untuk tumbuh.
Kalau kritik bisa menjadikanmu sebatang cemara yang kokoh, mengapa takut untuk menerimanya? Marilah kita jadikan kritik sebagai pupuk untuk tumbuh dan menjulang tinggi. Marilah terbuka terhadap kritik dan menjadikannya sebagai motivasi untuk lebih maju di masa mendatang. Tersenyumlah terhadap manisan yang bernama kritik, dan bersatulah dengan sekitarmu untuk menyikapinya, jangan malah menjadikan kritik sebagai pemacah-belah diantara kamu dan sekitarmu.
Marilah kita memiliki pikiran yang positif terhadap apa dan siapa yang ada di sekitarmu, karena pikiran yang bersih akan memancar di wajah kita dan akan meneduhkan mata siapapun yang memandangmu, termasuk teman ataupun anak didikmu. And then “Please give us some critics, because the critic its self will make us better” (ties)

Oleh : Tyas Siswantoro

Silahkan klik juga yang di bawah ini :



0 komentar:

Posting Komentar