1. Apabila kita mengakui iman kita, kita mulai dengan kata-kata: "Aku percaya" atau "kami percaya". Sebelum kita menguraikan kepercayaan Gereja seperti yang diakui dalam syahadat, dirayakan dalam liturgi, dihayati dalam pelaksanaan perintah-perintah dan dalam doa, kita menanyakan kepada diri sendiri, apa artinya "percaya". Kepercayaan adalah jawaban manusia kepada Allah yang mewahyukan dan memberikan Diri kepada manusia dan dengan demikian memberikan kepenuhan sinar kepada dia yang sedang mencari arti terakhir kehidupannya. Secara berturut-turut kita merenungkan pertama sekali mengenai manusia yang sedang mencari (Bab I), lalu mengenai wahyu ilahi, yang dengannya Allah menyongsong manusia (Bab II), dan akhirnya mengenai jawaban kepercayaan (Bab III).
MANUSIA SANGGUP MENEMUKAN ALLAH
I. Kerinduan akan Allah
2.Kerinduan akan Allah sudah terukir dalam hati manusia karena manusia diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Allah tidak henti-hentinya menarik dia kepada diri-Nya. Hanya dalam Allah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang dicarinya terus-menerus:
"Makna paling luhur martabat manusia terletak pada panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah. Sudah sejak asal mulanya manusia diundang untuk berwawancara dengan Allah. Sebab manusia hanyalah hidup, karena ia diciptakan oleh Allah dalam cinta kasih-Nya, dan lestari hidup berkat cinta kasih-Nya. Dan manusia tidak sepenuhnya hidup menurut kebenaran, bila ia tidak dengan sukarela mengakui cinta kasih itu, serta menyerahkan diri kepada Penciptanya" (GS 19,1).
3. Sejak dahulu kala manusia menyatakan melalui pandangan iman dan pola tingkah laku religius (seperti doa, kurban, upacara, dan meditasi), atas berbagai cara, usaha mereka untuk menemukan Allah. Cara pengungkapan itu tidak selalu jelas artinya, tetapi terdapat sekian umum di antara segala bangsa manusia, sehingga manusia dapat disebut sebagai makhluk religius:"Dari satu orang saja [Allah] telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan la telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun la tidak jauh dari kita masing-masing. Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada" (Kis. 17:26-28).
4.Namun "hubungan kehidupan yang mesra dengan Allah ini" (GS 19,1) dapat 1 dilupakan oleh manusia, disalahartikan, malahan ditolak dengan tegas. Sikap yang demilcian itu dapat mempunyai sebab yang berbeda-beda: protes terhadap kejahatan di dunia, ketidakpahaman religius atau sikap tidak peduli, kesusahan duniawi dan kekayaan, contoh hidup yang buruk dari para beriman, aliran berpikir yang bermusuhan dengan agama, dan akhirnya kesombongan manusia berdosa untuk menyembunyikan diri karena takut akan Tuhan dan melarikan diri dari Tuhan yang memanggil4.
5. "Semua yang mencari Tuhan, hendaklah bergembira" (Mzm 105:3). Biarpun manusia melupakan atau menolak Tuhan, namun Tuhan tidak berhenti memanggil kembali setiap manusia, supaya ia mencari-Nya serta hidup dan menemukan kebahagiaannya. Tetapi pencarian itu menuntut dari manusia seluruh usaha berpikir dan penyesuaian kehendak yang tepat, "hati yang tulus", dan juga kesaksian orang lain yang mengajar kepadanya untuk mencari Tuhan.
"Ya Allah, agunglah Engkau dan patut dipuji: kekuatan-Mu besar dan kebijaksanaan-Mu tanpa batas. Manusia yang sendiri satu bagian dari ciptaan-Mu, ingin meluhurkan Dikau. Betapapun ia berdosa dan dapat mati, namun ia ingin memuji Dikau karena ia adalah satu bagian dari ciptaan-Mu. Untuk itu, Engkau menanamkan hasrat di dalam kami karena Engkau telah menciptakan kami menurut citra-Mu sendiri. Hati kami tetap tidak tenang sampai ia menemukan ketenteraman di dalam Engkau" (Agustinus, conf 1,1,1).
( Bulan depan Bicara Mengenai Jalan-jalan mengenal Allah)
0 komentar:
Posting Komentar